BEKASI – Puluhan anggota DPRD Kabupaten Bekasi Jawa Barat, baru baru ini dibuat meradang dengan adanya tudingan dugaan KKN bersumber dari cuitan Ketua Komunikasi Intelektual Muda Indonesia (Forkim) Mulyadi di salah satu koran harian lokal Bekasi terkait dugaan plotingan Proyek APBD di sejumlah OPD Kabupaten Bekasi melalui Kegiatan Pokok Pokok Pikiran (Pokir) anggota DPRD yang berasal dari usulan aspirasi masyarakat dengan menyuguhkan daftar nama dan nilai kegiatan yang mencapai ratusan miliar.

Salah satu Anggota fraksi PKS DPRD Kabupaten Bekasi, Saepul Islam yang disebut namanya dalam daftar penerimaan dugaan plotingan proyek tersebut menyayangkan atas tudingan tersebut yang tidak mendasar, terkesan tendensius dan mengiring opini liar seolah adanya ploting proyek untuk kepentingan sejumlah anggota DPRD Kabupaten Bekasi.

Saeful Islam menampik tudingan suap proyek yang melibatkan puluhan anggota DPRD Kabupaten Bekasi. Ia menyatakan bahwa pemberitaan tersebut hanya bertujuan untuk mempengaruhi opini publik tanpa melakukan konfirmasi atau klarifikasi kepada pihak-pihak yang terlibat. Saeful merasa keberatan dan menyayangkan dengan cara pemberitaan yang tidak mengedepankan asas praduga tak bersalah dan tidak melakukan uji kebenaran informasi.

”Seharusnya sebelum diberitakan konfirmasi dulu dong, kode etik jurnalistiknya harus diterapkan sebagai jurnalis, pakai azas praduga tak bersalah tidak langsung menghakimi dan membuat opini, mencantumkan nama nama anggota dewan dan jumlah nilai proyek dan data- datanya tidak relevan,” ucapnya saat dikonfirmasi, Jumat (4/8)

Seaful Islam menekankan bahwa menyebutkan nama-nama anggota DPRD dalam daftar penerima suap proyek tanpa adanya bukti yang jelas adalah sikap yang tidak adil dan penilaian sepihak. Saiful juga menyayangkan dampak buruk yang mungkin timbul dalam masyarakat akibat pemberitaan yang tidak bertanggung jawab. Ia berencana untuk mengajukan masalah ini kepada Dewan Pers dan berdiskusi dengan rekan-rekan di Dewan lainnya untuk menyikapi tudingan tersebut.

Terpisah Budiono, salah satu anggota DPRD Kabupaten Bekasi yang namanya tercantum sebagai salah satu terduga penerima ‘jatah’ pun bereaksi.

Ia mengaku geram atas tudingan yang dinilainya tidak mendasar tersebut. Politisi Partai Perindo ini pun meminta pihak yang menuduh lembaga DPRD Kabupaten Bekasi harus bisa membuktikan secara gamblang.

“Buktikan aja, kalau itu semisalnya memang benar, buktiin aja dari narasumber yang bilang dan mengutarakan ke media, ya buktikan,” tutur Budiono.

Menurutnya, saat ini ia bersama rekan-rekan sejawat di DPRD Kabupaten Bekasi yang tertuduh menerima suap dalam bakal menindaklanjuti dan membahasnya dalam rapat fraksi.

“Nanti kami melalui rapat fraksi akan melayangkan nota keberatan ke unsur pimpinan untuk segera menindaklanjuti jangan sampai terkait masalah itu terus berlarut-larut,” ungkapnya.

Pihaknya akan mempertimbangkan menindaklanjuti tudingan bohong tersebut ke aparat penegak hukum.

“Untuk saat ini saya kan konsultasi dengan LBH partai dengan lawyer kami, saya akan ambil sikap dengan menempuh jalur hukum ketika memang ini meluas. Ini masuk dalam unsur pidana, mencemarkan nama baik atau undang-undang ITE,” bebernya.

Selain itu, ia pun tidak gentar jika adanya ancaman akan dilaporkan ke DPP partai soal tuduhan penerimaan suap.

“Mau lapor ke DPP ya monggo, saya justru suka, dalam arti ini kan menantang untuk membuktikan, ya buktikan, ketika bicara itu kan harus ada bukti,” bebernya.

Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Intelektual Muda Indonesia (Forkim) menyikapi tanggapan Anggota DPRD Kabupaten Bekasi yang ingin membawa keranah hukum terkait dugaan aroma Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) di tubuh Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat perihal Ploting Proyek.

Ketua Forkim, Mulyadi menyatakan bahwa hak setiap orang untuk melaporkan dirinya kepada Hukum.

“Ya bagus, itu hak mereka buat melaporkan,” ucap Mulyadi, Jum’at (4/8/23).

Mulyadi menjelaskan, sebenarnya ditujukan untuk mengkritik kepada wakil rakyat yang tidak bosen-bosen menyakiti hati rakyat Bekasi, salah satunya adalah tercium adanya dugaan aroma Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) sebelum pelaksanaan Paripurna DPRD Kabupaten Bekasi dalam rangka penetapan keputusan DPRD terhadap Raperda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2022 yang di gelar beberapa waktu lalu yang dihadiri sekitar 29 Anggota DPRD.

“Saya menghormati Anggota Wakil Rakyat, dia baik sebagai Wakil Rakyat tapi dia buruk sebagai Pimpinan Wakil Rakyat,” ungkap Mulyadi.

Dalam penjelasannya, Mulyadi menegaskan bahwa kritik yang disampaikannya menggambarkan kondisi keadaan dan psikologi anggota DPRD bukan untuk menyerang pribadi sang wakil rakyat. Hal ini menjadi poin penting yang ingin disampaikan oleh Mulyadi kepada publik. Ia menekankan bahwa kritiknya tidak bersifat personal dan telah diungkapkan diberbagai kesempatan.

Menurut Mulyadi, berdasar infomasi masyarakat, terdapat beberapa LHKPN Anggota DPRD yang diduga tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

“Ada dugaan bahwa beberapa Anggota Dewan Kabupaten Bekasi kekayaan yang patut dicurigai. Itu berdasar laporan masyarakat,” papar Mulyadi.

Mulyadi mengkritik salah satu Anggota Dewan Budiono, Partai Perindo Fraksi Madani, dan Saeful islam Fraksi PKS bahwa informasi mengenai harta kekayaan Wakil Rakyat dapat diakses dan dikonsumsi publik melalui situs resmi KPK. Data para wakil rakyat terangkum dalam Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

“Diketahui, Harta Kekayaan Budiono naik sangat fantastis dari semula Rp 737.438.181 pada laporan tahun 2018 menjadi Rp 12.397.500.000 di tahun 2019 dan ditahun 2020,2021,2022 tidak melampirkan LKPN Dan Saeful Islam tidak melampirkan LKPN melalui situs resmi KPK. Apakah bisa secepat itu gaji dan tunjangan anggota dewan bisa naik secara fantastis,” cetus Mulyadi.

Mulyadi menambahkan, fakta tersebut menunjukkan bahwa para Anggota DPRD terindikasi telah melakukan perbuatan melawan hukum. Mereka bisa dinilai melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), serta Peraturan KPK Nomor 2 Tahun 2020.

“Ada dua poin di dalam dua regulasi itu. Pertama, kewajiban melaporkan setiap tahun. Kedua, batas waktu pelaporannya 31 Maret, menyampaikan, dalam kode etik DPRD diatur bahwa setiap anggota dewan mesti mematuhi peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu kami meminta MKD segera memanggil Anggota DPRD tersebut dan melakukan persidangan secara terbuka. Menjatuhkan sanksi berat pada mereka. Misalnya, karena pimpinan alat kelengkapan dewan, mereka bisa dicopot,” tegas Mulyadi mengakhiri

Terpisah, Ketua Umum LSM Sniper Indonesia,Gunawan angkat bicara, terkait dengan pemberitaan salah satu media cetak harian di Kabupaten Bekasi yang memberitakan tentang Data Ploting Proyek Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Kabupaten Bekasi yang diduga menjadi bancakan anggota DPRD.

“Untuk itu, saya sebagai masyarakat kabupaten bekasi mengucapkan terimakasih kepada media yang berani mempublikasikan atas kasus ploting proyek yang diduga dilakukan oleh para legislator kabupaten bekasi. Maju terus jangan pernah berhenti,” ucapnya.

Kemudian, dengan menyeruaknya berita kasus ploting proyek APBD di Kabupaten Bekasi bagi Dinas/SKPD yang mengelola kegiatan dari program pokok-pokok pikiran anggota DPRD jangan pernah takut menghadapai tekanan-tekanan DPRD berkaitan kegiatan pokok-pokok pikiran tersebut.

“Sebab tidak ada dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Hak DPRD mendapatkan jatah (pembagian) paket kegiatan dinas dari program-program kegiatan aspirasinya.”ungkapnya.

Selama ini kasus ploting proyek PL yang diduga dilakukan oleh para legislator di kabupaten bekasi bukan rahasia umum lagi sekalipun memang agak sulit untuk dapat membongkarnya karena bermainnya dikemas dalam sebuah system penganggaran, dimana pihak eksekutif dalam menyusun dan menetapkan anggaran membutuhkan persetujuan DPRD sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.

“Di celah itulah pada akhirnya ada deal-dealan, dan pihak eksekutif karena posisinya terjepit dimana satu sisi mengenai pembahasan dan penetapan APBD harus tepat waktu clear and clean, sisi lain dibutuhkan persetujuan dari DPRD. Itulah modus operandinya,” ujarnya.

Oleh karena itu, demi terselenggaranya penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten Bekasi yang baik, bersih dan terbebas dari praktek-praktek korupsi. Maka, satu-satunya jalan untuk membersihkan ploting proyek yang diduga dilakukan oleh legislator sebagaimana ramainya dalam pemberitaan.

“Maka Pihak Kepolisian dan Kejaksaan harus meminta keterangan Badan Anggaran DPRD dan mengusutnya kasus ploting proyek sampai tuntas,”pungkasnya.

Sementara itu salah satu kontraktor Kabupaten Bekasi, Budiarta berpendapat lain, opini liar terkait dugaan Ploting Proyek tersebut mengarah kepada persoalan politik internal DPRD yang sedang tidak harmonis satu sama lain.

“Hal ini bisa di duga ke hal politik untuk menyudutkan PJ Bupati dari opini yang berkembang, karena kalau bicara pokir dewan,di duga hampir semua kok oknum dewan jadi pemain dari dikerjakan sendiri melalui timnya, hingga yg duduk manis terima matangnya,” ucapnya.

Tapi yang beredar beritanya di tulis cuma 23 orang lalu, yang lain nya terkesan di diumpetin.

“ada apa kah? apa diduga karena 23 ini punya kedekatan dengan Pak PJ lalu di tulis terus yang kontra tidak di tulis,” ujarnya.

Tapi bagi dirinya bersama para kontraktor berita yang beredar tersebut, seperti iklan berjalan saja, nanti juga senyap lagi dengan sendirinya.Harusnya kalau mau bangun opini berbasis data semua bisa ditampilkan datanya jangan sepotong sepotong, karena bagaimanapun anggota dewan punya hak untuk memperjuangkan aspirasi konstituennya.

“Kalau pelaksanaan pembangunannya yang harusnya mengerjakan kita sebagai kontraktor lah, bukan dikerjain sama tim mereka (dewan),” pungkasnya. (red)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *